About

Senin, 16 Februari 2015

PAGIT-PAGIT MAKANAN EKSTERIM SUKU KARO

Batak Karo adalah suku asli yang mendiami dataran tinggi Karo. Nama suku ini dijadikan nama kabupaten yang berada di Sumatera Utara yang dinamai Kabupaten Karo. Suku Karo mendiami dataran tinggi karo (karo gugung), Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Suku karo juga memiliki bahasa tersendiri yang disebut Bahasa Karo, dan memiliki salam khas, yaitu Mejuah-juah.

Tanah Karo merupakan daerah dataran tinggi yang berada di Sumatera Utara, kira-kira 72 Km dari Medan atau ibu kota provinsi Sumatera Utara, atau sekitar 2 jam perjalanan.

Pusat pemerintahan tanah karo berada di kota Kabanjahe sekitar 15 menit dari kota wisata Berastagi. Tanah Karo tidak hanya memiliki pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk serta penduduk yang ramah, pun juga mempunyai banyak sekali warisan masakan tradisional yang dijaga kelestariannya oleh seluruh masyarakat Karo. Salah satu warisan masakan khas dari Tanah Karo adalah Pagit-pagit atau sering juga disebut dengan nama Trites.

Masakan yang satu ini biasanya dihidangkan pada acara-acara tertentu saja seperti acara syukuran panen raya masyarakat karo atau sering disebut dengan pesta kerja tahun atau Merdang Merdem. Pesta kerja tahun ini biasanya dilakukan sekali setahun, setelah masyarakat karo selesai melakukan panen padi. Untuk melengkapi acara ini biasanya menghidangkan masakan pagit-pagit tersebut.

Bahan utama pembuatan pagit-pagit ini diambil dari rumput yang ada di lambung sapi saat disembelih. Tapi jangan salah, rumput ini belum jadi kotoran karena rumput ini diambil bukan dari usus besar sapi, kerbau atau kambing melainkan rumput ini masih segar karena ketika kerbau atau sapi memakan rumput maka rumput yang baru dimamah di mulut sapi, kerbau atau kambing akan ditelan dan dimasukan kedalam lumbung penyimpanan (perut besar) dan kemudian akan dimamah kembali, baru rumput tersebut akan dimasukan kebagian pencernaan.
Proses pengambilan bahan Utama pembuatan Pagit-pagit/Terites
Rumput yang terdapat pada lambung sapi diambil dan diperas dengan mengunakan kain tipis. air perasan rumput tersebutlah yang dijadikan bahan utama untuk membuat makanan pagit-pagit ini. Air perasan dari rumput tersebut kemudian direbus 2-3 jam perebusan untuk menghasilkan kaldu. Kaldu yang dihasilkan dari perebusan masih berbau amis, jadi untuk menghilangkan bau amisnya, biasanya rebusan kaldu ditambahkan dengan kulit pohon cingkam (red-karo) dan ditambah susu segar.
Rumput yang masih segar didalam Lambung Lembu/Kambing bahan utama Masakan Khas Karo ini
  
Masakan Pagit-pagit ini biasanya dimasak dengan jeroan, tulang lembu, kerbau, kambing atau kikil dan biasanya dicampur juga dengan daun ubi, rimbang untuk menambah kelezatanya. Sedangkan untuk bumbu-bumbunya, cabai, bawang, serai, jahe, asam yang cukup banyak, rimbang, daun jeruk purut dan lainya.
Babat Lembu atau Kambing menjadi pelengkap yang wajib pada masakan Pagit-pagit/ Terietes agar menambah cita rasa yang enak

Tidak semua orang karo bisa memasaknya,, biasanya yang memasak makanan ini diperlukan keterampilan khusus karena tidak jarang jika dimasak oleh yang bukan ahlinya masih berbau amis yang menyengat.
Tulang Lembu atau Kambing campuran yang wajid untuk memperkaya rasa masakan ini

Kikil juga salah satu campuran masakan khas Karo ini
Saat pertama kali melihat masakan pagit-pagit, makanan ini tidak terlalu menarik, warna kaldu dan aromanya membuat orang enggan mencicipinya. Namun, pagit-pagit ini memiliki cita rasa tersendiri dan biasanya orang akan ketagihan untuk mencicipinya kembali. Selain itu kandungan tanin pada pagit-pagit berkhasiat mengobati penyakit maag dan melancarkan pencernaan.

 Makanan ini bukanlah makanan yang mudah diolah dan didapatkan sehingga keberadaannya pun sangat langka. Anda bisa mengunjungi langsung Tanah Karo atau berkunjung ke rumah makan khas Karo di kota anda yang memang menyediakan masakan ekstrim ini.

 Yang mau mencoba memasak masakan khas karo ini di rumah bisa mempersiapkan bumbu dan bahan seperti  trites 2 kg, usus/cincang ½ kg, tulang kerbau, daging lembu atau kambing 1 kg, kulit cingkam secukupnya, kikil 1 kg, kelapa 2 butir, daun jeruk purut 5 lembar, serai 3 biji, cabe besar secukupnya (menurut selera), cabe rawit secukupnya (menurut selera), bawang putih 6 siung, bawang merah 6 siung, kunyit 1 butir (agak besar), jahe seruas jari, kemiri 20 buah, asam patikala 15 buah (as arias), garam secukupnya, rimbang secukupnya, daun ubi secukupnya danyang terakhir untuk menambah cita rasanya, tomat 3 buah.


Cara membuatnya, trites dicampur dengan air sebanyak  1 gelas, lalu diperas, sisihkan ampas dari airnya. Air perasan ini yang akan dipakai, setelah itu ampas yang sudah disisihkan tadi dicampur lagi dengan air putih lalu diperas kedua kalinya, lalu ampas sisa perasan bisa dibuang. Air hasil perasan tadi disaring dengan kain kasa yang bersih dan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah untuk dimasak (di Karo biasa dibuat kudin taneh) lalu dimasak di api hingga mendidih

Selanjutnya masukkan cabe, jahe, kunyit dam bumbu-bumbu lainnya. Setelah mendidih masukkan daging, tulang dan kikil, tunggu sampai masak. Setelah daging, tulang dan kikil matang masukkan daun ubi dan rimbang, masukkan santan kelapa dan tomat. Tunggu sampai mendidih. Setelah mendidih pagit-pagit siap untuk disajikan. Selamat mencoba.

PERCIKAN DAMAI AIR TERJUN SIKULIKAP


Tersembunyi diantara pepohonan yang menjulang tinggi, terletak di dalam hutan tropis, pemandangan alam yang luar biasa akan di nikmati bagi siapa saja datang ke Objek wisata Alam ini. rintihan suara khas serangga hutan Akan menemani damai di dalam hutanya. percikan air yang bening terasa damai saat mengenai kulit. pesonanya dapat mengikat siapa saja yang datang kepadanya.

Pagi itu udara di medan terasa sangat panas ditambah dengan kebisingan hiruk-pikuk bunyian keleksoon dan suara kendaraan yang lalu lalang, memantapkan langkah kami untuk berangkat menuju salah satu objek witasa alam yang ada di kota sejuk dataran tinggi Kabupaten karo. Perjalaan dimulai dari medan sikitar pukul 10 pagi. Panas matahari pagi itu seperti terasa di atas ubun-ubun, menyengat menghantam kulit, udara kota medan yang panas mengawali perjalaan kami. Perjalaan dilakukan dengan menggunakan Sepeda motor, setelah mengisi Minyak kendaraan dan mengecek semua perlengkapan yang dibutuhkan, maka kami melakukan perjalaanan.

Setelah sekitar empat pulu lima menit menempuh perjalaan akhirnya sampai di sembahe, Kabupaten Deli Serdang. Lalulintas yang padat dari kota medan pagi itu menyebabkan kemacetan di beberapa tikungan yang menyempit dan jalan yang berlubang, tampak beberapa masyaratak sekitar dan pengguna jalan mengatur arus kendaran agar tidak terjadi kemacetan panjang, hal serupa memeng sering terjadi jika di akhir pekan, kebanyakan masyarakat Kota Medan menghabiskan masa libur akhir pekan ke dataraan tinggi karo, sehingga tidak heran pada hari libur arus kendaaaran saat padat dan macat.

Sebelum memasuki desa Sibolangit pertunjukan tikungan yang tajam dan pemandangan hutan tropis segera di mulai, badan yang tadinya gerah dan lengket karna berkeringat seketika hilang di hampas angin sejuk hutan tropis Desa Sibolangit yang masih terjaga. Sesekali penjual durian yang berada di kanan dan kiri jalan Sibolangit menggoda kru bidik untuk sekedar singgah mencicipi durian jualanyan. Tidak hanya buah durian saja yang dijual ada juga buah yang akan membuat anda terus tambah samapi perut kenyang bila menjadikanya lauk tambahaan pada saat makan, namanya Petai, petai tersebut merupakaan hasil kebun dari penduduk sekitar.

Melewati Bandar baru kami mulai bergoyang kekiri dan kekanan di atas sepeda motor saat  melintasi satu persatu kelok-kelok tikungan amoy yang saling berdekatan, memasuki kawasan ini kita akan dihidangkan dengan pemandangan pepohonan hijau dan asri pegunungan Bukit Barisan di Sibolangit yang menawan ditambah lagi dengan udara yang sejuk. Sesekali kru bidik mengurangi laju kecepatan sepeda motor untuk sekedar melihat dan menikmati indahnya pemandangan desa-desa yang tidak tersusun rapi dari atas tikungan amoy Bandar Baru.

 Melintasi gapura perbatasan antara Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo, udara dingin mulai menusuk sampai ketulang sum-sum. Baliho dan spanduk-spanduk bergantungan tidak rapi ada yang terpampang di pepohonan dan dipigiran jalan sehingga menganggu pandangan mata dan estetika wisata .

Tak jauh dari gapura selamat datang di Kabupaten Karo, mata kami tertuju pada salah satu pamlet bertuliskan Selamat Datang di Objek Wisata Air Terjun Sikulikap yang merupakan objek wisata yang akan kami akan kunjungi, beberapa meter dari pampelet tersebut terdapat warung-warung penjual jagung yang berbaris rapi, Kami memutuskan untuk berhenti sejenak di warung jagung tersebut.
Pintu masuk Air Terjun, tak jauh dari gapura selamat datang di Kabupaten Karo

Setelah beristirahat sejenak sekedar menghilangan lelah dan mengumpulkan tenaga sambil menikmati segelas teh manis panas dan jagung bakar yang terhidang di meja seraya memandang indahnya pemandangan alami dan beberapa monyet yang bergantungan di pohon dan sebagian ada juga di pinggir gubuk jagung seraya menggoda  untuk memberikan jagung yang sedang kami nikmati.

Tanpa berlama-lama bersistirahan kami melanjutkan perjlanaan menuju air terjun sukulikap, setelah meninitipkan Tas dan Sepedar motor, kami memasuki jalan setapak menuju air terjun, memasuki hutan, kami disambut dengan suara-suara serangga hutan, seakan-akan tahu dengan kedatangan kami. Pohon-pohon yang besar berdiri kokoh dan menjulang tinggi diantara tangga-tangga beton yang rapuh dan berlumut, menunjukkan bahwa hutan menuju air terjun sikulikap ini masih terjaga. sesekali kami juga di kejutkan dengan monyet-monyet yang melompat dari dahan pohon satu ke pohon lain sambil berteriak saling bersahut-sahutan.

Walupun jalan menuju air terjun sudah di cor dengan beton tetapi hutan teropis tersebut masih terlihat terjaga, di jalan menuju air terjun juga terdapat tempat duduk yang terbuat dari semen, tempat duduk tersebut sebenarnya di buat oleh dinas pariwisata beberapa tahun yang lalu tapi terlihat jarang di gunakan pengunjung terlihat dari lumut yang tumbuh subur menutupi seluruh permukaan tempat duduk tersebut.

Setelah melakukan perjalaan menelusuri jalan setapak dan mengalahkan satupersatu anak tangga selama 15 menit, maka ahirnyak kami sampai di air terjun sikulikap, pemandangan yang indah dan asri, pepohonan yang besar, batu cadas yang menjulang tinggi di samping kanan dan kiri jalan menjadi pemandangan yang sangat menakjudkan. Mendengar suara percikan-percikan air dan suara binatang-binatang hutan dan ditambah lagi dengan udara yang sejuk membutat kami terasa tenang melupakan sejenak kepenekan dan rutinitas sehari-hari.

Tebing batu yang berada di sebelah kanan Air Terjun, yang biasa digunakan oleh Ppncita alam sebagai tempat untuk berlatih Panjat Tebing


Air terjun ini dikelilingi hutan tropis Bukit Barisan, memiliki ketinggian jatuhnya 30 m. Air terjun ini berada di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Dari informasi yang kami peroleh bahwa Sumber air terjun ini berasal dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Barisan. Hutannya merupakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Taman Nasional Gunung Leuser.yang berada dalam Kawasan Taman Wisata Lau Debuk Tanah Karo.
Indahnya Air Terjun dari kejauhan

Di salah satu sisi air terjun berdiri pendopo yang bentuk atapnya menyerupai rumah adat Karo, ada berjumlah dua pendopo yang dibuat Pemerintah Kabupaten Karo untuk pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Tapi tampak pendopo tidak terawat dan banyak coretan-coretan tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawap, selain coretan-coretan, sampah makanan pengunjung  berserakan di sekitar pendopo tersebut sehingga mengurangi keindahan air terjun.
Air Terjun Sikulikap

Handoko yang merupakan warga kota medan, saat mendatangi Sampuren Sikulikap yang kedu kalinya menyayangkan keadaannya air terjun saat ini. Pria penggemar berpetualang ini berkunjung bersama dengan rekan-rekannya yang sebelumnya belum pernah ke air terjun tersebut.

 Handoko merasa senang bercampur kecewa saat sampai di  lokasi. Pemandangan air terjun sangat indah selain itu juga ada beberapa pelajaraan yang bisa kita dapat di air terjun ini, pelajaran bagaimana kita menghargai alam dan menjaganya, peria betubuh kurus ini kecewa karna keadaan air terjun yang sangat tidak terawat menurutnya, tidak ada perubahaan yang berarti saat pertama kali datang ke air terjun dengan keadaan sekarang.

“dulu waktu pertama kali saya kesini jalanya masih rusak dan ada beberapa jalan yang terkena longsor, setelah beberapa tahun saya kesini lagi masih sedikit yang tampak di bagusi, padahal air terjunya sangat bagus lo, terus kalau masuk kedalam tak perlu bayar, dari info yang saya dapat dulu air terjun ini jadi kunjuangan Vaforit wisata baik dalam maupu luar negeri lo bang ” ujar peria yang bertubuh kurus tersebut. Menurutnya perlu ada peromosi dan perhatian khusus dari pemerintah untuk menarik pengunjung ke air terjun tersebut.

Di sebelah kanan air tejun ternyata ada tempat yang sering dipakai untuk latihan panjat terbing, pada hari itu kami sangat beruntung karna menyaksikan dan berjumpa dengan beberapa mahasiswa pencinta alam yang sedang melakukan latihan penjat tebing. Mahasiswa tersebut dengan cekatan memanjat satu persatu tumpuan bantu cadas untuk sampai ke atas, di bawah beberapa mahasiswa menyemangati teman-temanya yang memenjat sebari berteriak sambil bertepuk tangan.

Anggung, salah seorang yang ikut latihan tersebut juga tampak sibuk mempersiapkan perlengkapanya, “ Kami memang sering kesini latihan bang, biasanya kami juga mendirikan tenda di sini. Tenang bang kalau disini, kalau pagi hari bang dari sini, cantik pemandangannya bang lihat matahari kalau terbit, terus kadang-ladang juga ada burung-burung hutan yang cantik terbang di sekitar sini. Pokoknya mantaplah bang, tapi memang sayang bang kurang di perhatikan air terjunya, trus pengungujung juga gak banyak kesini bang. Sepertinya pemerintah kurang promosi bang ” tutur wanita yang berpostur tegap itu.    

Menurut ibu Br Ginting yang sudah lama berjualaan jagung di simpang rute masuk air terjun bahwa air terjun tersebut tidak terlalu banyak pengunjungnya, sebagian besar wisata yang datang ke dataran tinggi Karo tidak tahu bahwa di sini ada air terjun ungkapnya.

“pada era 90-an Sampuren sikulikap adalah opjek wisata idola di Berastagi. Pada saat itu banyak wisatawan domestik maupun manca negara yang datang menikmati keindahaan air terjun ini. Kalau sekarang banyak wisatawan tidak tahu ada air terjun  di bawah sana, kebanyakaan wisatawan hanya berhenti di warung-warung penjual jagung yang ada di penatapan ini, makanya memang perlu ada perhatian khusus dan promosi dari semua pihak terutama pemerintah Kabupaten Karo sendiri, tuturnya.


OBJEK WISATA AIR SODA, KAB. KARO


Dataran tinggi Kabupaten Karo, semua orang akan terpana dan berdecap kagum ketika berkunjung ke tanah subur ini. Pemandangan alam yang terbantang indah, udara yang sejuk dan bersih dan ditambah lagi tempat wisata alam yang indah dan asri. Keindahan alam yang masih terjaga akan membuat orang yang berkunjung ke dataran tinggi ini akan betah berlama-lamaan menikmati karunia Tuhan. Ada begitu banya wisata alam yang akan memanjakan siapa saja yang datang ke sana, air Panas, Wisata alam Taman Hutan Raya, wisata Puncak Gundaling, Danau Lu Kawar dan banyak lagi yang linya.Tapi ada salah satu wisata yang akan membuat para pengunjung yang datang akan selalu mengucapkan terimakasih dan bersyukur atas kebesaran Tuhan. Namanya Air Soda atau penduduk sekitar menyebutnya Lau Macem/ dalam Bahasa Karo (Air Asam).Terletak tak jauh dari kota kabanjahe sekitar tigapuluh menit  kearah jalan Kotacane, tersembunyi di balik bukit-bukit dan kebun-kebun petani di desa Buluh Naman Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo.

Akan terasa sayang kalau sudah sampai di Tanah Karo kalau tidak berkunjung ke tempat wisatanya. Ada puluhan bahkan ratusan tempat wisata yang ada di dataran tinggi ini, mulai yang tempat wisata yang mudah di kunjungi dan sudah popular atau banyak yang sudah berkunjung ke sana bahkan wisata yang membutuhkan tenaga yang luar biasa untuk sampai kesana.

Tapi hari itu kami putuskan ke salah satu wisata yang belum banyak orang mengetahuinya karna belum adanya peromosi yang dilakukan oleh pihak yang terkait. Namanya Objek Wisata Air Soda atau biasanya masyarakat sekitar bilang Lau Macem/Bahasa Karo ( Air Asam).

Leteknya tidak terlalu jauh dari Kota Kabanjahe, kita hanya membutuhkan sekitar tigapuluh menit dengan menggunakan sepeda motor untuk sampai di Objek Wisata yang satu ini. Sebenarnya objek wisata ini terletak di Desa Buluh Naman, Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo.

Untuk mempercepat dan agar mudah samapai ketujuan kami putuskan untuk mengendarai sepeda motor. Berlahan kami pacu sepeda motor yang kami naiki meninggalkan kota Kabanjahe. Kanan dan kiri jalan kita akan menikmati indahnya pemandangan kebun-kebun warga yang ditanamai buah khas dataran tinggi Karo. Yaitu jeruk manis, siapa saja akan terasa tergoda bila melewati jalan ini dengan buah jeruk manis yang besar yang berwarna hijau ke kuning-kuningan tampak menggoda di kebun warga yang kita lewati.

Tapi tenang saja, buat teman-teman yang tak tahan godaan warna buah jeruk manis ini, teman-temanan dapat membelinya di sekitaran kebun warga, karna biasanya masyarakat sekitar juga berjualan buah jeruk manis di pinggiran jalan, dengan membuat gubuk-gubuk kecil sebagai tempat untuk meletakkan buah khas Tanah Karo itu.

Tak terasa akhirnya kami samapai dipersimpangan jalan menuju desa Buluh Naman, dari persimpangan ini memang jalannya sedikit rusak dan berbatu, jadi harus sedikit hati-hati agar tetap aman samapai tujuan.
Persimpangan menuju desa Buluh Naman
Memasuki persimpangan ini sama seperti jalan yang kita lewati sebelumnya di kanan dan kiri jalan merupakan kebun-kebun warga, tapi kalau dari tadi tanaman yang mendominasi adalah jeruk berbeda dengan kebun-kebun warga desa Buluh Naman ini, tanaman yang mendominasi di ladang warga adalah tanaman jagung dan palawija lainya.


Jalan menuju Air Soda Buluh Naman
Setelah dipuaskan daengan pemandangan hijaunya perkebunan warga ahirnya kamai sampai di desa Buluh Naman, dari desa ini kita akan berjalan sekitar sepuluh menit melewati Lahan pertaian warga.
Kalau sedari tadi kita lewati jalan yang lumayan lebar tidah halnya jalan setelah lewat desa Buluh Naman, jalanya sedikit menyempit dan berbatu serta tumbuhan-tumbuhan liar tampak subur tumbuh di badan jalan. Tapi panowama indahnya pekebunan warga dan bukit-bukit yang tampak berkelok-kelok sepanjang perjalanan akan membuat rasa capek dan gerah terasa tidak terasa.
Gunung Sinabung tampak jelas dari jalan menuju Air Soda
Pemandangan Gunung Sinabung yang sibuk mengeluarkan debu vukanik juga tampak dengan leluasa dari sana tanpa ada penghalang sejauh mata memandang layaknya seperti gardu pandang. Setelah menulusuri dan menaklukkan jalan yang sempit dan berbatu saatnya kita akan melewati jalan yang menurun dan di tumbuhi lalang-lalang dan pepohonan pinus. Udara akan terasa sejuk saat angin menghampas kulit saat berada di antara pepohonan Pinus yang tumbuh menjulkang tinggi tiu.
Jalan sesaat mendekati Objek Wisata Air Soda, sedikit membelah hutan 
Ahirnya sampai juga di Air Soda yang kami tuju, keindahanya terletak tersembunyi di bawah bukit yang hijau. Seakan memberikan sambutan yang ramah kepada kami saat airnya mengenai kulit kami yang sedari tadi di hantam teriknya matahari siang.

Lokasi Air Soda

Gelembung-gelembung air terlihat berkeluaaran dari celah-celah batu di dasar genangan air. Suara tetesan dan gelembung air membuat rasa damai dan tenang di hati bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Sekitar lima meter dari mata air Soda ini juga terdapat sungai kecil yang airnya mengalir deras dan bening. Diatas sungai terdapat jembatan bambu yang dibuat warga untuk menyeberangi sungai menuju mata air soda.

Gelembung air keluar  dari celah kecil diantara bebatuan 

Dari kejauhan terdengar teriakan suara sepeda motor tepat di bawah pohon pinus yang menjulang tinggi, tak berselang lama dari bawah pohon pinus diantara hijaunya semak belukar tempak seorang lelaki berbadan tambun.

Rupanya dia penduduk  Buluh Naman, pak Sembiring begitu sapaanya. Ternyata setiap seharian bekerja di ladang dia sempatkan untuk mandi di Air Soda ini. Katanya rasa capek dan pegal setelah bekerja seharian hilang tatkala air soda itu membasahi seluruh tubuhnya.
Tanaman ilalang diantara jalan setapak menuju Objek Wisata Air Soda
Air Soda di Desa Buluh Naman ini tak ubahnya seperti air soda yang di Desa Parbubu, Tapanuli Utara, Sumut. Saat menyeburkan diri ke dalam airnya, suruh tubuh yang terkena air akan berasa seperti berbusa. Airnya juga tidak lengket dikulit, airnya terasa segar dan sedikit asin. Cipratan air akan membuat mata sedikit perih.

Menurut keyakinan dan pengakuan penduduk sekitar air Soda Ini, airnya sangat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit kulit seperti Gatal-gatal, meringankan pegal-pegal.

Tapi sayangnya belum di kelola sehingga belum banyak yang tahu dengan keberadaan air Soda Ini. air Soda Di desa Buluh Naman ini sedikit kurang beruntung dibandingkan air Soda yang berada di Desa Parbubu, Tapanuli Utara yang sudah banyak yang mengetahuinya dan di kelola dengan baik oleh masyarakat.

Dari beberapa media online yang saya sempat baca katanya pemandian air Soda ini hanya dua di dunia, salah satunya adai di luar negeri dan satunya lagi berada di  Desa Parbubu, Tapanuli Utara, Sumut. Tapi peresepsi itu sudah bisa di tepis, bahwa air soda itu juga ada di Kabupaten Karo.

Orang Karo mungkin berbangga hati dengan adanya objek wisata Air Soda ini, tapi pihak terkait dan penduduk Kabupaten Karo harus dengan kuat dan gigih melakukan promosi agar semakin banyak wisata yang datang dan mendapat pengakuan dari  pengujung bahwa  air soda tidak ahanya terdapat di Tapanuli saja melainkan Tanah Karo juga punya.

Menurut pak sembiring sebelumnya objek wisata ini pernah di promosikan mahasiswa yang saat itu sedang melakukan kuliah praktek kerja nyata di kampungnya. Promosinya dengan membuat pampelet pemberitahuan Air Soda di persimpangan jalan menuju desa  Buluh Naman, tapi tampaknya promosi itu tidak maksimal tambah pak sembirig.
Mari sama-sama kita mulai mempromosikan objek wisata ini.

    

Selasa, 10 Februari 2015

HAMPARAN SANG FAJAR DI PUNCAK BUKIT SITELU

Pohon Pinus tampak melambai seperti gembira menyambut kami sore itu, alunan  embusan angin saat bersentuhan dengan lebatnya dedaunan pohon pinus membawa rasa damai di hati. Dari puncaknya menawarkan sensasi lukisan alam yang sejuk dan asri. Kilap-kilap butiran intan tampak bersinar saat metahari sore memantul di wajah Danau Toba. Bukit Sitelu begitu sebutan namanya, tak terlampau tinggi namun tetap terjaga dan hijau. Kagum, haru dan dan terpikat itu adalah  hal yang pasti dirasakan bagi siapa saja yang sampai di Puncaknya.
Hari itu sekitar jam lima sore, matahari mulai tertutup awan gelap yang sedari tadi mendominasi langit kota kabanjahe. Udara dingin khas kota sejuk ini mulai datang bersamaan dengan matahari yang mulai kembali ke peraduannya. Bebrapa orang terlihat bejalan tergesa-gesa pulang kerumah setalah satu hari berkerja di kebunnya. Maklumlah sebagain besar penduduk kota penghasil jeruk manis ini berperofesi sebagai petani.
sore itu kami sedikit sibuk mempersiapkan perlengkapan dan logistik yang kami butuhkan, berkali-kali kami cek kembali peralatan dan bahan makanan yang sudah dimasukkan kedalam tas besar yang akan kami bawa. Hari itu kami berencana menuju salah satu destinasi wisata yang belum banyak yang  berkunjung ke sana. Bukit Sitelu begitu penduduk dekitar memberi nama bukit yang berdidi tegak dan di tumbuhi oleh pohon Pinus itu.
Perjalana kami mulai dari Kota Kabanjahe dengan menggunakan sepeda motor, berlahan kami pacu sepeda motor kami membelah dinginya Tanah Turang sore itu, tangan dan jari saya bergetar sepontan tanpa ada perintah dari otak menahankan dinginya sore itu.
Jalan lurus dan mulus yang mendominasi jalan di Kecamatan Tigapanah berlahan berbelaok-belok saat kami mulai memasuki Kecamatan Merek. Sepeda motor yang kami naiki seakan menari-nari melewati tikungan demi tikungan sebelum sampai di kecamatan merek.  Udara semakin dingin di desa kecil ini. Dari sini tempat tujuan kami tidak terlalu jauh, sekitar tigapuluh menit perjalanan kearah Sidikalang.
Sekitar lima belas menit kami berjalan meninggalkan desa merek akhirnya kami sampai di simpang menuju Bukit Sitelu, simpangnya tak jauh dari simpang Taman Resort Simalem yang terkenal itu, atau lebih jelasnya simpang Bukit Sitelu sebelum simpang Resort Simalem.
Simpang menuju Bukit Sitelu
Bukit Sitelu sebenarnya berada di Km 9, Jalan Raya Merek – Sidikalang dan masih di kawasan Kabupaten Karo.
Memasuki simpang Bukit Sitelu ini kami di sambut dengan jalan rusak yang sedikit menurun dan berbatu. Sepeda motor metik yang kami naiki tak sanggup untuk melalui jalan yang berbatu dan menurun itu, sehingga teman yang sedari tadi saya bonceng harus turun. Berlahan kami membelah jalan yang berbatu itu dengan hati-hati, sesekali batu tempat kami berpijak bergeser sehingga secara spontan harus melompat ke pijakan batu yang lain.
Jalan Menuju Bukit Sitelu Sidikit Berbatu dan Licin
Untuk menuju Bukit Sitelu ini kita akan melewati kebun penduduk sekitar yang berada tepat di kanan dan kiri jalan yang kita lalui, barisan tanaman tomat, cabai, kol dan tanaman lainya tampak subur dan terawat. Buah tomat yang besar dan memerah seakan menggoda siapa saja yang melewati  jalan menuju Bukit sitelu itu.
Trek menuju Bukit Sitelu memang sedikit sulit karna jalan yang dilalui merupakan bekas Perkerasan yang batu-batunya berserakan tidak rapi sehingga siapa saja yang melewatinya harus super hati-hati.
Untuk menunju puncak bukit tersebut bisa menggunakan sepeda motor dangan melalui jalan yang berlubang dan licin.  Tanaman Liar seperti perdu   tampak tumbuh tinggi di tengah jalan menuju puncak, hal ini karna belum banyak yang tahu dan datang ke puncak Bukit Sitelu ini, padahal dari puncak Bukit ini menawarkan pemandangan Danau Toba yang indah.
Tampak Puncak Bukit Sitelu dari jalan Merek - Sidikalang
Sekitar limabelas menit berjalan membelah hutan perdu dan melewati tanjakanyang berbatu dan berlubang akhirnya kami sampai juga di puncak tertinggi di Bukit Sitelu. Embusan angin sore puncak Bukit Sitelu membawa kesejukan dan kedamaian di hati bagi siapa saja yang bercengkerama di atas puncaknya. Keringat yang sedari tadi keluar dari pori-pori kulit kami hilang di hantam udara yang berhembus pelan sore itu.
Dari puncak Bukit Sitelu ini  seperti laksana gardu pandang untuk menikmati indahnya Danau Toba dan elok-elok bukit yang tampak hijau mengelilingi Desa Tongging yang terletak di bawah Bukit Sitelu.

Sensasi Pemandangan yang indah dari Puncak Bukit Sitelu, tampak Danau Toba sejauh mata memandang  tak ada sedikit pun yang menghalang
Setelah beristirahat sejenak kami pun langsung mendirikan tenda tempat untuk beristirahat malam itu. Tanpa banyak komando kami langsung tahu apa yang harus dilakukan, sekitar sepuluh menit tenda sudah berdiri kokoh kami buat, satu persatu kami masukkan perlekngakap yang kami bawa kedalam tenda.
Hari semakin gelap, angin berhembus kencang membawa udara yang semakin dingin. jeket yang kami pakai seakan tak sanggup mengusir rasa dingin malam itu. Untuk mengusir rasa dingin kami membuat api unggun, beruntung di sekitar tempat kami mendirikan tenda ada beberapa kayu yang sudah kering, kami langsung mengumpulkan satu demi satu kayu kering tersebut dan langsung membuat api unggun.

Tenda tempat untuk membaringkan badan sekedar mengusir lelah 
Ditemani api unggun rasa dingin yang sedari tadi tak mau pergi ahirnya diganti dengan rasa hangat dari pancaran api unggun yang kami buat. Sebari menikmati hangatnya api unggun dan indahnya pemandangan dari puncak malam itu kami pun mempersiapkan menu untuk makan malam.
Malam itu kami sangat beruntung karna langit malam itu tampak cerah seperti malam sebelumnya, bahkan langit terlihat sangat menawan di malam itu, kerlip-kerlip bintang-bintang terlihat menghiasi ruang luas yg terbentang di atas bumi. Di sana di antara lenggok-lenggok pucuk Pinus yang melambai dihembus angin malam tergantung sekeping bulan kuning emas, cahayanya sangat tegas membelah danau toba yang terlihat luas, cahaya tegas itu seperti ingin menegaskan kepada kami bahwa untuk malam ini dialah cahaya yang cantik yang akan menemani malam kami untuk menikmati detik demi detik indahnya pemandangan dari puncak Bukit yang belum ternodai.


Cahaya merah keemasan tampak mulai terlihat di sebelah timur, seakan membelah hitamnya embun yang menutupi langit pagi itu
Jam menunjukkan pukul duabelas malam, udara ditempat itu semakin dingin, sehingga kami memutuskan untuk merebahkan badan yang sedari tadi letih menaklukkan jalanan berbatu dan hutan perdu yang mengelilingi Bukit Sitelu. Berlahan kami tarik selimut tipis yang kami bawa sebagai teman pengusir dingin malam itu.
Tak terasa malam berganti dengan pagi berlahan dari upuk timur terlihat cahaya seperti benang merah membelah awan gelap yang menutupi langit. Mentari pagi telah terbit dan sinarnya mulai menyebar ke penjuru semesta. Gelap temaram perlahan berubah menjadi terang lukisan alam sang Maha kuasa terhampar lepas dari segala penjuru. Hampir seluruh yang terkena hamparan sang fajar terlihat kuning keemasan cahayanya terpantul kedanau Toba membuat rasa tajud dan kagum tak berhenti keluar dari mulut kami. Sambaran sunrise dipercantik oleh arsiran awan yang hilir mudik melayang di bawah kami.



Indahnya Sunrise dari Puncak Bukit Sitelu
Lembah luas yang berada di bawah berhiaskan bukit-bukit dan Danau Toba yang di hantam hamparan cahaya sang surya, Bukit sipiso-piso yang tak jauh dari Bukit Sitelu terlihat diselimuti oleh awan putih yang terhampar menyambut pagi  seperti menyapa kami dengan ramah di pagi itu.

Indahnya mentari pagi dari Puncak Bukit Sitelu
Tak henti-henti kami membidik indahnya hamparan cahaya sang fajar dengan kamera yang kami bawa. luasnya dataran diatas bukit membuat kami serasa lebih mudah bergerak untuk mencari spot-spot menarik untuk dibidik.
Pantulan Sinar Sang Surya
Pagi itu benar-benar terasa menyegarkan. Sejuknya udara yang berhembus menyatu dengan hangatnya mentari. Semangat kami serasa kembali hadir untuk melanjutkan perjalanan di hari ini.
Perut kami terasa lapar setelah puas menikmati dan membidik hadirnya sang fajar pagi itu, satu demi satu kami keluarkan pelengkapan masak dari dalam tenda. aktifitas mempersiapkan santapan pagi ini adalah momen yang paling indah, sebap sambil memasak sambil menikmati indahnya alam dari dataran puncak Bukit Setelu. Selera makan juga cukup besar tak kala ikan kaleng dan saus pedas tergeletak pasrah diatas butiran nasi. Tanpa hitungan menit semua yang kami masak kandas oleh napsu makan yang menggebu-gebu.
Selesai sarapan kami langsung membuka tenda dan mempersiapkan semua perlengkapan yang kami bawa dan hal yang tak pernah kami lupakan adalah mengumpulkan sampah yang kami bawa agar alam tetap terjaga keperawananya.
Setelah semua selesai kami putuskan untuk turun dari atas bukit  dengan menyusuri jalan yang sama saat kami naik. Dalam perjalanan ke bawah, kami mendapati panorama alam yang begitu indah yang berada pada sisi lain dari Puncak Bukit Sitelu ini.
Hamparan kebun-kebun warga dan desa-desa yang berada di dekat bukit ini tampak jelas dari atas, tak hanya itu Gunung Sinabung yang pagi itu juga tampak jelas dengan semburan abu hitam pekat keluar dari mulutnya seakan menyapa Tanah Karo pagi itu. Tak jauh dari G. Sinabung tampak juga G.Sibayak yang puncaknya tertutup awan putih. Memang pemandangan yang sangat-sangat indah dari Puncak Bukit Sitelu ini.
Panorama alam yang begitu indah yang berada pada sisi lain dari Puncak Bukit Sitelu ini.
Rasa senang berbalut haru atas semua keindahan yang menyapa kami pagi itu, Bukit Sitelu nama sebutanya oleh penduduk sekitar, merupakan salah satu sensasi Wisata yang wajib di Kunjungi bagi yang suka berwisata alam di tanah sejuk dan tanah pejuang ini. Suatu saat nanti kami akan datang lagi menyapa dan bercengkerama dengan puncakmu Bukit Sitelu.